MANAJEMENT PEMBIAYAAN
BANK SYARI’AH

Makalah
Dibuat dalam mata
kuliah
Bank dan Lembaga
Keuangan Syari’ah
Disusun oleh :
SARI YATI
NIM : 212 313 9574
Dosen pembimbing
KHAIRIAH EL-WARDAH,
M.Ag
SEMESTER IV D
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
BENGKULU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dua fungsi utama dari perbankan adalah pengumpulan dana dan
penyaluran dana. Penyaluran dana yang terdapat di bank konvensional dengan yang
terdapat di bank syariah mempunyai perbedaan yang esensial, baik dalam
hal nama, akad, maupun transaksinya. Dalam perbankan konvensional penyaluran
dana ini dikenal dengan nama kredit sedangkan diperbankan syariah adalah
pembiayaan. Berbeda dengan pengertian kredit yang mengharuskan debitur
mengembalikan pinjaman dengan pemberian bunga kepada bank, maka pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah pengembalian pinjaman dengan bagi hasil berdasarkan
kesepakatan antara bank dan debitur. Pembiayaan merupakan aktivitas yang
sangat penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama
dan menjadi penunjang kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya
tidak baik akan menimbulkan permasalahan dan berhentinya usaha bank .
B. RUMUSAN
MASALAH
a. Pengertian Penbiayaan Bank Syari’ah
b.
Tujuan Dan Fungsi Pembiayaan
c. Jenis – Jenis Pembiayaan Bank
Syariah
d. Analisis Pembiayaan
e. Prinsip – Prinsip Pemberian
Pembiayaan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENBIAYAAN BANK SYARI’AH
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan
pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada
nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan
yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.[1] Menurut M. Syafi’I Antonio
menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu
pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit
unit. Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.[2]
B. TUJUAN DAN FUNGSI PEMBIAYAAN
Pembiayaan merupakan sumber
pendapatan bagi bank syariah.[3]
Tujuan pembiayaan yang dilaksanakan
perbankan syariah terkait dengan stake
holder, yakni:
1. Pemilik
Dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan
akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
2. Pegawai
Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan
dari bank yang dikelolanya.
3. Masyarakat
1) Pemilik
dana; masyarakat sebagai pemilik dana mengharapkan dari dana yang
diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil.
2) Debitur
yang bersangkutan; dengan penyediaan dana baginya mereka merasa terbantu guna
menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang
yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
3) Masyarakat
umumnya – konsumen; dengan pembiayaan mereka dapat memperoleh barang-barang
yang dibutuhkan.
4. Pemerintah
Pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara,
disamping itu akan diperoleh pajak.
5. Bank
Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran
pembiayaan diharapkan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar
tetap survival dan meluaskan jaringan usahanya, sehingga semakin banyak
masyarakat yang dapat dilayaninya.
Ada bebarapa fungsi pembiayaan yang
diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat penerima diantaranya:
1) Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di
bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam prosentase
tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan
produkivitas.
2) Meningkatkan daya guna barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan
bank dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari
bahan tersebut meningkat.
3) Meningkatkan peredaran uang
Melalui pembiayaan, peredaran uang
kartal maupun giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan
suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik
kualitatif apalagi secara kuantitatif.
4) Menimbulkan kegairahan berusaha
Bantuan pembiayaan yang diterima
pengusaha dari bank inilah kemudian yang digunakan untuk memperbesar volume
usaha dan produktivitas.
5) Stabilitas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat,
langkah-langkah stabilitasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk
antara lain:
-
Pengendalian inflasi
-
Peningkatan ekspor
-
Rehabilitasi prasarana
-
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok
rakyat
6) Sebagai jembatan untuk meningkatkan
pendapatan nasional.
Para usahawan yang memperoleh
pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha
berarti peningkatan profit / pendapatan.
7) Sebagai alat hubungan ekonomi
internasional
Bank sebagai lembaga
kredit/pembiayaan tidak saja bergerak didalam negeri tapi juga diluar negeri.
Negara-negara kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antar negara
banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang atau yang
sedang membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan
syarat-syarat tertentu.
C.
JENIS – JENIS PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
1. Pembiyaan Modal Kerja Syariah
Secara umum, yang dimaksud dengan
pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan
kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah.[4]
Berdasarkan akad yang digunakan
dalam produk pembiayaan syariah, jenis Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dapat
dibagi menjadi lima macam, yakni :
a. PMK Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara peranan dana
dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha teartentu, dengan pembiayaan
keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya
b. PMK Isthtisna
Istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan dan penjual
c. PMK Salam
Salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara
pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu
d. PMK Murabahah
Murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan
nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan
kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan
ditambah dengan margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah
e. PMK Ijarah
Ijarah adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa
2. Pembiayaan Investasi Syariah
Pembiayaan
Investasi, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya
dengan ituYang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana
dengan maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan dikemudian hari,
mencakup hal-hal berikut antara lain[5] :
a.
Imbalan yang
diharapkan dari investasi adalah berupa kentungan dalam bentuk uang.
b.
Bahan usaha
umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan badan
sosial dan badan-badan pemerintah lainnya lebih bertujuan memberikan manfaat
sosial dibandingkan dengan keuntungan.
c.
Bahan-bahan
usaha yang mendapat pembiyaan investasi dari bank harus mampu memperoleh
keuntungan finansial agar dapat hidup dan berkembang serta memenuhi kewajiban
kepada bank.
Pembiayaan
investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan penambahan modal guna
mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:
a) Untuk
pengadaan barang-barang modal
b) Mempunyai
perencanaan yang matang dan terarah
c)
Berjangka waktu
menengah dan panjang
Melihat luas
aspek yang dikelola dan dipantau, maka untuk pembiayaan investasi di Bank
Syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini bank
memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank
melepaskan penyertaannya, dan pemilik perusahaan nasabah akan mengambil alih
kembali porsi penyertaan bank, baik dengan menggunakan dana sendiri sebagai
penambahan setoran modal. Skema lain yang dapat digunakan adalah ijarah muntahia bi tamlik, yaitu menyewakan
barang modal dengan opsi kepemilikan setelah masa sewa berakhir.
3. Pembiayaan Konsumtif Syariah[6]
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
me-menuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah
kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan
tempat tinggal, maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan.
Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara
kuan-titatif maupun kualitatif lebih tingi atau lebih mewah dari kebutuhan
primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/ perhiasan,
bangunan rumah, kendaraan, dan sebagainya, maupun berupa jasa seperti
pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.
Dalam
menetapkan akad pembiyaan konsumtif,
langkah-langkah yang perlu
dilakukan bank adalah sebagai berikut :
1) Apabila kegunaan
pembiayaan yang
dibutuhkan nasabah adalah untuk kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari
sisi apakah pembiyaan tersebut berbentuk pembiayaan barang atau jasa.
2) Jika untuk pembelian barang, faktor
selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut berebentuk ready stock atau good in process. Jika ready
stock pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika
berbentuk good in process, yang harus
dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan
waktu dibawah enam bulan atau lebih. Jika dibawah enam bulan, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan waktu
lebih dari enam bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna.
3) Jika pembiyaan
tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dibidang jasa, pembiyaan
yang diberikan adalah ijarah.
D. ANALISIS PEMBIAYAAN
Analisa
Pembiayaan diperlukan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan
yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya.[7]
1) Jenis – Jenis Aspek yang Dianalisa
Jenis-jenis
aspek yang dianalisa secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
- Analisa terhadap kemauan bayar, disebut analisa kualitatif . Aspek yang dianalisa mencakup karakter/ watak dan komitmen dari nasabah.
- Analisa terhadap kemampuan bayar, disebut dengan analisa kuantitatif . Pendekatan yang dilakukan dalam perhitungan kuantitatif , yaitu untuk menentukan kemampuan bayar dan perhitungan kebutuhan modal kerja nasabah adalah dengan pendekatan pendapatan bersih.
2). Kriteria Pemberian Pembiayaan[8]
Jangan
pernah memberikan pembiayaan bila pertimbangan lebih kepada :
- Belas kasihan
- Kenalan (bersaudara atau teman)
- Nasabah orang terhormat (terkenal, disegani, status sosial tinggi dll)
Utamakan
berdasarkan unsur-unsur :
- Kelayakan usaha
- Kemampuan membayar
Aspek
yang dinilai sebelum melakukan analisa pembiayaan adalah sebagai berikut :
- Kemampuan memperoleh keuntungan.
- Sisa pembiayaan dengan pihak lain (kalau ada).
- Bebas rutin di luar kegiatan usaha.
E. PRINSIP – PRINSIP PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah
bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang
berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan
syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S , yaitu :[9]
a. Character
Yaitu
penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan
tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi
kewajibannya.
b. Capacity
Yaitu
penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima
pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana
usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c. Capital
Yaitu
penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan
yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio
finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
d. Collateral
Yaitu
jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk
lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi
, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e. Condition
Bank
syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik
melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon
penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam
proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
f.
Syariah
Penilaian
ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai benar-benar
usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola tidak
boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan
mudharabah
F. PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN PEMBIAYAAN
Pembiayaan adalah suatu proses, mulai dari analisis
kelayakan pembiayaan sampai pada realisasinya. Namun realisasi pembiayaan
bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan,
maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan.
Aktivitas ini memiliki aspek dan tujuan tertentu. Untuk itu perlu dibicarakan
hal-hal yang terkait dengan aktivitas pemantauan dan pengawasan pembiayaan.
1. Tujuan Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan
- Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan menghidari adanya penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dalam bank.
- Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang pembiayaan.
- Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.
- Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi dan mekanisme dan prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi.
2. Media Pemantauan
- Informasi dari luar bank syariah
- Informasi dari dalam bank syariah
- Meneliti perputaran yang terjadi atas debit dan kredit pada beberapa bulan berjalan
- Memberikan tanda pada laporan sehingga dapat diantisipasi jika ada kekeliruan yang lebih besar
- Periksalah adakah tanggal-tanggal jatuh tempo yang dijanjikan terealisasi
- Meneliti buku-buku pembantu/ tambahan dan map-map yang berkaitan dengan peminjaman.
3. Kunjungan Pada Peminjam
Tujuannya
adalah untuk mempertimbangkan dan memantau efektivitas dana yang
dimanfaatkan peminjam. Hal-hal yang dilakukan
1)
Membuat laporan kegiatan peminjam
2)
Laporan realisasi kerja bulanan
3)
Laporan stok/ persediaan barang
4)
Laporan kegiatan investasi bulanan
5)
Laporan hutang dan piutang
6)
Neraca R/ L per bulan, triwulan, dan semester
7)
Tingkat pengumpulan pendapatan
8)
Tingkat kemajuan usaha
9)
Tingkat efektivitas pemakaian dana
6.
memperkecil angsuran dengan memperpanjang waktu dan akad dan margin baru
(Rescheduling)
7.
Memeperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.
Penggolongan Kolektibilitas Pembiayaan
Ketidaklancaran
nasabah membayar angsuran pokok maupun bagi hasil pembiayaan menyebabkan adanya
kolektabilitas pembiayaan. Secara umum kolektabilitas pembiayaan
dikategorikan menjadi lima macam yaitu:
1)
Lancar atau kolektabilitas 1
2)
Kurang lancar atau kolektabilitas 2
3)
Diragukan atau kolektabilitas 3
4)
Perhatian khusus atau kolektabilitas 4
5)
Macet atau kolektabilitas 5
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam melakukan pembiayaan maka bank syariah
memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa
pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya.
Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari
proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah
perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan supaya memajukan efisiensi
di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran
pencapaian yang ditetapkan sehingga tujuan daripada adanya pembiayaan bisa
tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
BPRS PNM Al-Ma’soem, 2004, _Kebijakan
Manajemen Pembiayaan Bank
Syariah. Bandung : BPRS PNM Al-Ma’some
Karim, Adiwarman, 2004, Bank
Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada
Undang-Undang No. 10 tahun 1998
tentang Perbankan.
[1]
Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta :
UPP AMP YKPN, hal. 304.
[4] Adiwarman, Karim, Bank Islam:
Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm 234
[5]
Adiwarman , Karim, Bank
Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm 236
[7] BPRS PNM Al-Ma’soem, 2004, _Kebijakan Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah. Bandung : BPRS PNM Al-Ma’soem. Hal. 5